I.
SUBJEK HUKUM
Orang atau person
adalah pembawa hak dan kewajiban atau setiap makhluk yang berwenang untuk
memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum
disebut sebagai subjek hukum.
Subjek hukum terdiri dari dua, yakni manusia biasa
dan badan hukum.
A. Manusia
Biasa (Natuurlijke Persoon)
Manusia sebagai subjek
hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum
yang berlaku.
Dalam pada itu, menurut
Pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak
bergantung pada hak-hak kenegaraan.
Akan halnya, seorang
manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) dimulai saat ia dilahirkan dan
berakhir pada saat ia meninggal dunia, sehingga dikatakan bahwa manusia hidup,
ia menjadi manusia pribadi, kecuali dalam Pasal 2 Ayat 1KUH Perdata menegaskan
bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah di
lahirkan bila kepentingan si anak menghendaknya, dengan memenuhi persyaratan.
a. Si
anak telah dibenihkan pada saat kepentingan tersebut timbul,
b. Si
anak telah dilahirkan hidup, dan
c. Ada
kepentingan yang menghendaki anak tersebu memperoleh status sebagai hukum.
Ditambahkan pula dalam
pasal 2 ayat 2 KUH Perdata bahwa apabila ia dilahirkan mati maka ia tidak
pernah ada. Dengan demikian, negara Republik Indonesia sebagai negara hukum
mengakui pada setiap manusia terhadap undang undang, artinya bahwa setiap
manusia terhadap undang-undang, artinya bahwa setiap orang diakui sebagai
subjek hukum oleh undang-undang.
Sementara itu, dalam
Pasal 27 UUD 1945 menetapkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya
didalam hukum, dalam pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya.
Dengan demikian, setiap
manusia pribadi (natuurlijke person) sesuai dengan hukum dianggap cakap
bertindak sebagai subyek hukum, kecuali dalam undang-undang dinyatakan tidak
cakap. Seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan
hukum adalah sebagai berikut.
1. Cakap
melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21
tahun) dan berakal sehat.
2. Tidak
cakap melakukan perbuatan hukum.
Sementara itu,
berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat
perjanjian adalah
a. Orang-orang
yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun)
b. Orang
di taruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa,
pemabuk, atau pemboros
c. Orang
wanita yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai (telah dicabut dengan
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3/1963 Yo Pasal 31 Undang –undang Nomor 1
Tahun 1974 yang menetapkan hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak
dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan-pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat dan tiap-tiap pihak berhak melakukan perbuatan hukum).
B. Badan
Hukum (Rechts Persoon)
Badan hukum (rechts
person) merupakan badan-badan atau perkumpulan. Badan hukum (rechts person),
yakni oramg (person) yang diciptakan oleh hukum. Oleh karena itu, badan hukum
(rechts person) sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan
hukum) seperti manusia.
Dengan demikian, badan
hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak
manusia, seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan
yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya. Oleh karena itu,
badan hukum dapat bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya.
Misalnya, suatu perkumpulan dapat dimintakan
pengesahan sebagai badan hukum, dengan cara
a. Didirikan
dengan akta notaris
b. Didaftarkan
di kantor panitera pengadilan negeri setempat
c. Dimintakan
pengesahan anggaran dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan
khusus untuk badan hukum dana pension, pengesahan anggaran dasarnya dilakukan
oleh Menteri Keuangan
d. Diumumkan
dalam Berita Negara RI
Badan hukum (rechts
person) dibedakan dalam dua bentuk, yakni bdan hukum public (publick recht
person) dan badan hukum privat (privat recht person)
1. Badan
Hukum Publik (Publick Rechts Person)
Badan hukum publik (publick
rechts persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau
yang menyangkut kepentingan public atau orang banyak atau Negara umumnya.
Dengan demikian, badan hukum ini merupakan badan-badan negara yang dibentuk
oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara
fungsional oleh eksekutif (pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas
untuk itu, seperti negara Republik Indonesia, pemerintah daerah tingkat I dan
II, Bank Indonesia, dan perusahan-perusahaan negara.
2. Badan
Hukum Privat (Privat Rechts Persoon)
Badan hukum privat
(privat rechts persoon) adalan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum
sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang didalam badan
hukum itu. Dengan demikian, badan hukum itu merupakan badan swasta yang
didirikan orang untuk tujuan tertentu, yakni mencari keuntungan, sosial,
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lainnya menurut hukum yang berlaku
secara sah, misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, dan badan amal.
II.
OBJEK HUKUM
Objek hukum menurut
Pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna
bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan
kepentingan bagi para subjek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek
dari hak milik (eigendom).
Kemudian, berdasarkan
Pasal 503 sampai dengan Pasal 504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat
dibagi menjadi 2 (dua), yakni benda yang bersifat kebedaan (materiekegoederen)
dan benda yang bersifat tidak kebendaan (immateriekegoederen).
1. Benda
yang Bersifat Kebendaan (Materiekegoederen)
Suatu benda yang bersifat dapat dilihat, diraba, dan
dirasakan dengan panca indera, terdiri dari :
a. Benda
bertubuh / berwujud, meliputi
1. Benda
bergerak/tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak
dapat dihabiskan
2. Benda
tidak bergerak
b. Benda
tidak bertubuh/tidak berwujud, seperti surat berharga
2. Benda
yang Bersifat Tidak Kebendaan (Immateriekegoederen)
Suatu benda yang hanya dirasakan oleh panca indera
saja (tidak dapat dilihat) dan kemudia dapat direalisasikan menjadi suatu
kenyataan, contohnya merek perusahaan, paten, dan ciptaan musik atau lagu.
A. Benda
Bergerak
Benda
bergerak dibedakan menjadi sebagai berikut.
a. Benda
bergerak karena sifatnya, menuurut Pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang
dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri
contohnya ternak.
b. Benda
bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut Pasal 511 KUH Perdata adalah
hak-hak atas benda bergerak, hak pakai (gebruik) atas benda bergerak, dan
saham-saham perseroan terbatas.
B. Benda
Tidak Bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi,
sebagai berikut.
a. Benda
tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat di
atasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, arca, dan patung.
b. Benda
tidak bergerak karena tujuannya, yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam
pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi oleh yang pemakainya dihubungkan
atau dikaitkan pada benda tidak bergerak yang merupakan beda pokok.
c. Benda
tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas
benda-benda yang tidak bergerak, misalnya hak memungut hasil atas benda tidak
bergerak, hak pakai atas tidak bergerak, dan hipotik.
Dengan demikian,
membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan
dengan empat hal adalah pemilikan (bezit), penyerahan (levering), daluwarsa
(verjaring), dan pembebanan (bezwaring).
a. Pemilikan
(Bezit)
Pemilikan (bezit), yakni dalam hal
benda bergerak berlaku asas yang tercantum dalam Pasal 1977 KUH Perdata, yaitu
bezitter dari barang bergerak adalah eigenaar (pemilik) dari barang tersebut,
sedangkan untuk benda tidak bergerak tidak demikian halnya.
b. Penyerahan
(Levering)
Penyerahan (levering), yakni
terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand)
atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan
balik nama.
c. Daluwarsa
(Verjaring)
Daluwarsa (verjaring), yakni untuk
benda-benda bergerak tidak mengenal daluarsa, sebab bezit disini sama dengan
eigndom (pemilikan) atas bedan bergerak tersebut, sedangkan untuk benda-benda
tidak bergeraka tersebut, sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal
adanya daluwarsa.
d. Pembebanan
(Berzwaring)
Pembebanan (bezwaring), yakni
terhadap benda bergerak dilakukan dengan pand (gadai, fidusia), sedangkan untuk
benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta
benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
III.
Hak Kebendaan yang bersifat sebagai
Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang
bersifat sebagai pelunasan utang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat
pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi
kepada benda yang dijadikan jaminan. Jika debitor melakukan wansprestasi
terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian, hak
jaminan tidak dapat berdiri sendiri karena hak jaminan merupakan perjanjian
yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian
utang-piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian utang
piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terpinci, namun tersirat dalam
Pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjam pengganti, yakni dikatakan
bahwa bagi mereka yang meminjam harus menggembalikan dengan bentuk dan kualitas
yang sama.
Macam-macam Perlunasan Utang
Dalam perlunasan utang adalah terdiri dari
perlunasan bagi pinjaman yang bersifat umum dan perlunasan yang bersifat
khusus.
A. Perlunasan
Utang dengan Jaminan Umum
Perlunasan utang dengan
jaminan umum didasarkan pada Pasal 1131 KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH Perdata.
Sementara itu, dalam
Pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitor, baik yang ada
maupun yang akan ada, baik bergerak
maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap perlunasan utang yang
dibuatnya, sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitor
menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan utang
kepadanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
kesimbangan, yakni menurut besar-kecilnya piutang masing-masing. Kecuali jika
diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini, benda
yang dapat dijadikan perlunasan jaminan umum apabila telah memnuhi persyaratan,
antara lain :
a. Benda
tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
b. Benda
tersebut dapat dipindahtangankan haknya kepada pihak lain.
B. Perlunasan
Utang dengan Jaminan Khusus
Dalam pada itu,
merupakan hak khusus bagi jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak
tanggungan, dan fidusia.
a. Gadai
Sementara itu, gadai
diatur dalam Pasal 1150-1160 KUH Perdata. Dalam Pasal 1150 KUH Perdata
disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atau suatu barang
bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya
untuk menjamin suatu utang. Selain itu, memberikan kewenangan kepada kreditor
untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari
kreditur-kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan
biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu
harus didahulukan.
b. Hipotik
Ketentuan mengenai hipotik diatur dalam Pasal
1162-1232 KUH Perdata.
Sementara itu, hipotik
berdasarkan Pasal 1162 KUH Perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak
bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu
perutangan (verbintenis)
c. Hak
Tanggungan
Berdasarkan Pasal 1 (1)
Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas
tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu untuk pelunasan utang dan memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain.
d. Fidusia
Fidusia yang lazim
dikenal dengan nama FEO (fiduciare eigendoms overdracht) yang dasarnya
merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya
penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor
sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada krditor adalah hak
miliknya. Penyerahan demikian dinamakan penyerahan secara constitutum
possesorim, artinya hak milik (bezit) dari barang dimana barang tesebut tetap
pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian,
hubungan hukum antara pemberi fidusa (debitor) dengan penerima fidusa
(kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan
Namun dengan
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusa maka penyerahan
hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada kreditor secara
kepercayaan sebagai jaminan utang.
Daftar Pustaka
Ebook : Advendi S & Elsi Kartika S, 2007. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: Cikal sakti, Gramedia Widiasarana Indonesia