Pages

About my Blog

Welcome to blogger. This is your first content for welcome says for your blog. Edit or delete it, then start blogging! Go To Edit Html after that expand widget templates and find this content with search for easy find this content and if you done found content you can edit or deleted it as you want and thank's using our work / themes i very happy about this.

Sabtu, 21 Maret 2015

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

I.            SUBJEK HUKUM
Orang atau person adalah pembawa hak dan kewajiban atau setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum disebut sebagai subjek hukum.
Subjek hukum terdiri dari dua, yakni manusia biasa dan badan hukum.
A.    Manusia Biasa (Natuurlijke Persoon)
Manusia sebagai subjek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku.
Dalam pada itu, menurut Pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak bergantung pada hak-hak kenegaraan.
Akan halnya, seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) dimulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia, sehingga dikatakan bahwa manusia hidup, ia menjadi manusia pribadi, kecuali dalam Pasal 2 Ayat 1KUH Perdata menegaskan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah di lahirkan bila kepentingan si anak menghendaknya, dengan memenuhi persyaratan.
a.       Si anak telah dibenihkan pada saat kepentingan tersebut timbul,
b.      Si anak telah dilahirkan hidup, dan
c.       Ada kepentingan yang menghendaki anak tersebu memperoleh status sebagai hukum.
Ditambahkan pula dalam pasal 2 ayat 2 KUH Perdata bahwa apabila ia dilahirkan mati maka ia tidak pernah ada. Dengan demikian, negara Republik Indonesia sebagai negara hukum mengakui pada setiap manusia terhadap undang undang, artinya bahwa setiap manusia terhadap undang-undang, artinya bahwa setiap orang diakui sebagai subjek hukum oleh undang-undang.
Sementara itu, dalam Pasal 27 UUD 1945 menetapkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum, dalam pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Dengan demikian, setiap manusia pribadi (natuurlijke person) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum, kecuali dalam undang-undang dinyatakan tidak cakap. Seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut.
1.      Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun) dan berakal sehat.
2.      Tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah
a.       Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun)
b.      Orang di taruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa, pemabuk, atau pemboros
c.       Orang wanita yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai (telah dicabut dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3/1963 Yo Pasal 31 Undang –undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menetapkan hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan-pergaulan hidup bersama dalam masyarakat dan tiap-tiap pihak berhak melakukan perbuatan hukum).

B.     Badan Hukum (Rechts Persoon)
Badan hukum (rechts person) merupakan badan-badan atau perkumpulan. Badan hukum (rechts person), yakni oramg (person) yang diciptakan oleh hukum. Oleh karena itu, badan hukum (rechts person) sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia.
Dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya. Oleh karena itu, badan hukum dapat bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya.
Misalnya, suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum, dengan cara
a.       Didirikan dengan akta notaris
b.      Didaftarkan di kantor panitera pengadilan negeri setempat
c.       Dimintakan pengesahan anggaran dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pension, pengesahan anggaran dasarnya dilakukan oleh Menteri Keuangan
d.      Diumumkan dalam Berita Negara RI
Badan hukum (rechts person) dibedakan dalam dua bentuk, yakni bdan hukum public (publick recht person) dan badan hukum privat (privat recht person)
1.      Badan Hukum Publik (Publick Rechts Person)
Badan hukum publik (publick rechts persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan public atau orang banyak atau Negara umumnya. Dengan demikian, badan hukum ini merupakan badan-badan negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti negara Republik Indonesia, pemerintah daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia, dan perusahan-perusahaan negara.
2.      Badan Hukum Privat (Privat Rechts Persoon)
Badan hukum privat (privat rechts persoon) adalan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang didalam badan hukum itu. Dengan demikian, badan hukum itu merupakan badan swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu, yakni mencari keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lainnya menurut hukum yang berlaku secara sah, misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, dan badan amal.
II.            OBJEK HUKUM
Objek hukum menurut Pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik (eigendom).
Kemudian, berdasarkan Pasal 503 sampai dengan Pasal 504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2 (dua), yakni benda yang bersifat kebedaan (materiekegoederen) dan benda yang bersifat tidak kebendaan (immateriekegoederen).
1.      Benda yang Bersifat Kebendaan (Materiekegoederen)
Suatu benda yang bersifat dapat dilihat, diraba, dan dirasakan dengan panca indera, terdiri dari :
a.       Benda bertubuh / berwujud, meliputi
1.      Benda bergerak/tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
2.      Benda tidak bergerak
b.      Benda tidak bertubuh/tidak berwujud, seperti surat berharga

2.      Benda yang Bersifat Tidak Kebendaan (Immateriekegoederen)
Suatu benda yang hanya dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudia dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merek perusahaan, paten, dan ciptaan musik atau lagu.
A.    Benda Bergerak
Benda bergerak dibedakan menjadi sebagai berikut.
a.       Benda bergerak karena sifatnya, menuurut Pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
b.      Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut Pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, hak pakai (gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.

B.     Benda Tidak Bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi, sebagai berikut.
a.       Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat di atasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, arca, dan patung.
b.      Benda tidak bergerak karena tujuannya, yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi oleh yang pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada benda tidak bergerak yang merupakan beda pokok.
c.       Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak, misalnya hak memungut hasil atas benda tidak bergerak, hak pakai atas tidak bergerak, dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak  ini penting, artinya karena berhubungan dengan empat hal adalah pemilikan (bezit), penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), dan pembebanan (bezwaring).
a.       Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (bezit), yakni dalam hal benda bergerak berlaku asas yang tercantum dalam Pasal 1977 KUH Perdata, yaitu bezitter dari barang bergerak adalah eigenaar (pemilik) dari barang tersebut, sedangkan untuk benda tidak bergerak tidak demikian halnya.
b.      Penyerahan (Levering)
Penyerahan (levering), yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
c.       Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (verjaring), yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluarsa, sebab bezit disini sama dengan eigndom (pemilikan) atas bedan bergerak tersebut, sedangkan untuk benda-benda tidak bergeraka tersebut, sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
d.      Pembebanan (Berzwaring)
Pembebanan (bezwaring), yakni terhadap benda bergerak dilakukan dengan pand (gadai, fidusia), sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.

 III.            Hak Kebendaan yang bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan. Jika debitor melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian, hak jaminan tidak dapat berdiri sendiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian utang-piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian utang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terpinci, namun tersirat dalam Pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjam pengganti, yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus menggembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Perlunasan Utang
Dalam perlunasan utang adalah terdiri dari perlunasan bagi pinjaman yang bersifat umum dan perlunasan yang bersifat khusus.
A.    Perlunasan Utang dengan Jaminan Umum
Perlunasan utang dengan jaminan umum didasarkan pada Pasal 1131 KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH Perdata.
Sementara itu, dalam Pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang akan ada,  baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap perlunasan utang yang dibuatnya, sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan utang kepadanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut kesimbangan, yakni menurut besar-kecilnya piutang masing-masing. Kecuali jika diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini, benda yang dapat dijadikan perlunasan jaminan umum apabila telah memnuhi persyaratan, antara lain :
a.       Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
b.      Benda tersebut dapat dipindahtangankan haknya kepada pihak lain.

B.     Perlunasan Utang dengan Jaminan Khusus
Dalam pada itu, merupakan hak khusus bagi jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
a.       Gadai
Sementara itu, gadai diatur dalam Pasal 1150-1160 KUH Perdata. Dalam Pasal 1150 KUH Perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atau suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang. Selain itu, memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu harus didahulukan.
b.      Hipotik
Ketentuan mengenai hipotik diatur dalam Pasal 1162-1232 KUH Perdata.
Sementara itu, hipotik berdasarkan Pasal 1162 KUH Perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perutangan (verbintenis)
c.       Hak Tanggungan
Berdasarkan Pasal 1 (1) Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain.
d.      Fidusia
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (fiduciare eigendoms overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada krditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian dinamakan penyerahan secara constitutum possesorim, artinya hak milik (bezit) dari barang dimana barang tesebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusa (debitor) dengan penerima fidusa (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan
Namun dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusa maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada kreditor secara kepercayaan sebagai jaminan utang.


Daftar Pustaka
Ebook : Advendi S & Elsi Kartika S, 2007. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: Cikal sakti, Gramedia Widiasarana Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar